Tidak semua yang dianggap baik oleh akal & perasaan akan merubah yang bathil menjadi yang haq, dan tidak semua orang yang menginginkan kebaikan akan mendapatkan kebaikan yg diharapkan.
Berkata Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu: Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tapi ia tidak mendapatkannya.
Beberapa contoh pengingkaran para salaf terhadap perkara bid’ah meskipun dipandangan/perasaan manusia itu adalah kebaikan:
Pertama:
جاء أبو موسى الأشعري إلى عبد الله بن مسعود رضي الله عنهم فقال له: يا أبا عبد الرحمن إني رأيت في المسجد آنفاً أمراً أنكرته، رأيت قوماً حِلقاً جلوساً ينتظرون الصلاة، في كل حلقة رجل منهم وفي أيديهم حصا، فيقول: كبروا مئة فيكبرون مئة، فيقول: هللوا مئة، ثم سبحوا مئة، قال ابن مسعود: فماذا قلت لهم؟ قال: ما قلت لهم شيئاً انتظار رأيك، قال: أفلا أمرتهم أن يعدوا سيئاتهم وضمنت لهم أن لا يضيع من حسناتهم؟ ثم مضى ومضينا معه حتى أتى حلقة من هذه الحلق، فوقف عليهم، فقال: ما هذا الذي أراكم تصنعون؟ قالوا: يا أبا عبد الرحمن، حصا نعد به التكبير والتهليل والتسبيح، قال: فعدوا سيئاتكم فأنا ضامن أن لا يضيع من حسناتكم شيء، ويحكم يا أمة محمد ما أسرع هلكتكم، هؤلاء صحابة نبيكم متوافرون وهذه ثيابه لم تبل وآنيته لم تكسر، والذي نفسي بيده إنكم لعلى ملة أهدى من ملة محمد، أو مفتتحوا باب ضلالة؟ قالوا: والله يا أبا عبد الرحمن ما أردنا إلا الخير، قال: وكم من مريد للخير لن يصيبه، إن رسول الله حدثنا: «إن قوماً يقرؤون القرآن لا يجاوز تراقيهم وأيم الله ما أدري لعل أكثرهم منكم» ثم تولى عنهم، فقال عمر بن سلمة: رأينا عامة أولئك الخلق يطاعنونا يوم النهروان مع الخوارج.
Abu Musa Al As’ari Radhiyallahu ‘anhu memasuki masjid Kufah, lalu didapatinya di masjid tersebut terdapat sejumlah orang membentuk halaqah-halaqah (duduk berkeliling). Pada setiap halaqah terdapat seorang Syaikh, dan didepan mereka ada tumpukan kerikil, lalu Syaikh tersebut menyuruh mereka (yang duduk di halaqah) : “Bertasbihlah (ucapkan subhanallah) seratus kali!”, lalu mereka pun bertasbih (menghitung) dengan kerikil tersebut. Lalu Syaikh itu berkata kepada mereka lagi : “Bertahmidlah (ucapkan alhamdulillah) seratus kali!” dan demikianlah seterusnya …… Maka Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu mengingkari hal itu dalam hatinya dan ia tidak mengingkari dengan lisannya. Hanya saja ia bersegera pergi dengan berlari kecil menuju rumah Abdullah bin Mas’ud, lalu iapun mengucapkan salam kepada Abdullah bin Mas’ud, dan Abdullah bin mas’ud pun membalas salamnya. Berkatalah Abu Musa kepada Abu Mas’ud : “Wahai Abu Abdurrahman, sungguh baru saja saya memasuki masjid, lalu aku melihat sesuatu yang aku mengingkarinya, demi Allah tidaklah saya melihat melainkan kebaikan. Lalu Abu Musa menceritakan keadaan halaqah dzikir tersebut. Maka berkatalah Abu Mas’ud kepada Abu Musa : “Apakah engkau memerintahkan mereka untuk menghitung kejelekan-kejelekan mereka? Dan engkau memberi jaminan mereka bahwa kebaikan-kebaikan mereka tidak akan hilang sedikitpun?!” Abu Musa pun menjawab : “ Aku tidak memerintahkan suatu apapun kepada mereka”. Berkatalah Abu Mas’ud : “Mari kita pergi menuju mereka”. Lalu Abu Mas’ud mengucapkan salam kepada mereka. Dan mereka membalas salamnya. Berkatalah Ibnu Mas’ud :“Perbuatan apa yang aku lihat kalian melakukannya ini wahai Umat Muhammad?” mereka menjawab : “Wahai Abu Abdurrahman, ini adalah kerikil yang digunakan untuk menghitung tasbih, tahmid, dan tahlil, dan takbir”. Maka berkatalah Abu Mas’ud : “Alangkah cepatnya kalian binasa wahai Umat Muhammad, (padahal) para sahabat masih banyak yang hidup, dan ini pakaiannya belum rusak sama sekali, dan ini bejananya belum pecah, ataukah kalian ingin berada diatas agama yang lebih mendapat petunjuk dari agama Muhammad ? ataukah kalian telah membuka pintu kesesatan? Mereka pun menjawab : “Wahai Abu Abdurrahman, demi Allah tidaklah kami menginginkan melainkan kebaikan”. Abu Mas’ud pun berkata : “Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tidak mendapatkannya”. Berkata Amru bin Salamah : “Sungguh aku telah melihat umumnya mereka yang mengadakan majelis dzikir itu memerangi kita pada hari perang “An Nahrawan” bersama kaum Khawarij”. [Riwayat Darimi dengan sanad shahih].
Kedua:
أن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما سمع رجلاً يعطس فقال: الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، فقال له: ما هكذا علمنا رسول الله بل قال: «إذا عطس أحدكم فليحمد الله» ولم يقل: «وليصل على رسول الله.
Bahwa abdullah bin mas’ud radiyallahu anhuma pernah mendengar seorang laki-laki bersin kemudian ia berkata: “Alhamdulillahi washolatu wassalamu ala rosulillah,” kemudian Ibnu umar berkata: Bukan seperti ini yang rasulullah ajarkan kepada kami, akantetapi beliau mengajarkan kepada kita jika salah seorang dari kalian bersin maka cukup ucapkanlah “alhamdulillah” dan Beliau tidak pernah memerintahkan kita untuk bershalawat kepadanya. [Di riwayatkan oleh alimam At-tirmidzy no.2738, dan Al-mizzi dalam kitab Tahdzibil kamal no. 552, dan Al-hakim jilid 4 no.265]
Ketiga:
وهذا سعيد بن المسيب رحمه الله رأى رجلاً يصلي بعد طلوع الفجر أكثر من ركعتين يكثر فيهما الركوع والسجود، فنهاه، فقال: يا أبا محمد: يعذبني الله على الصلاة؟ قال له: لا، ولكن يعذبك على خلاف السنة
وفي الحديث الصحيح: «لا صلاة بعد طلوع الفجر إلا سجدتين
Dari Said bin Musayyib rahimahullahu taala melihat bahwa ada seorang laki-laki sholat setelah sholat subuh melebihi dua rakaat, dan ia memperbanyak rukuk dan sujudnya, kemudian Said bin Musayyibpun melarang laki-laki tersebut, kemudian berkata: wahai abu Muhammad: Apakah allah akan mengazabku karna shalatku ini? kemudan Said berkata: Tidak, akantetapi allah akan mengazabmu karna engkau menyelisihi sunnah rasulullah sallallahu alaihi wasallam. [Di riwayatkan oleh Alimam Al-Baihaqi dalam Sunan Alkubra dengan Sanad Yang Sahih].
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda: Tidak ada shalat setelah subuh kecuali dua rakaat. [Di riwayatkan oleh Al Imam At-tirmidzy, Ahmad, dan Abu Dawud dalam Sahihil Jaami’].
Keempat:
وهذا الإمام مالك رحمه الله أتاه رجل فقال: يا أبا عبد الله من أين أُحرم؟ قال: من ذي الحُليفة، من حيث أحرم رسول الله ، فقال: إني أريد أن أُحرم من المسجد من عند القبر، قال مالك: لا تفعل فإني أخشى عليك الفتنة، فقال: وأي فتنة هذه؟ إنما هي أميال أزيدها، قال: وأي فتنة أعظم من أن ترى أنك سبقت إلى فضيلة قصر عنها رسول الله ، إني سمعت الله يقول: (فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ)
Alimam Malik rahimahullah pernah didatangi oleh seorang laki-laki kemudian ia berkata: Wahai aba abdillah dari mana saya harus berihram? kemudian alimam berkata: dari dzil hulaifah, dari tempat ihramnya rasulullah, kemudian laki-laki itu berkata: saya ingin berihram dari masjid yang ada berada disisi kuburan, berkata imam malik: jangan engkau lakukan itu karna aku takut akan terjadi fitnah, kemudian laki-laki itu berkata: Fitnah seperti apa wahai imam? sesungguhnya saya hanya ingin menambah beberapa mil saja dari tempat rasululla berihram, berkata imam malik: fitnah apa yang lebih besar daripada ketika engkau melihat bahwa apa yang engkau mendahului keutamaan yang tidak di lakukan rasulullah sallallahu alaihi wasallam. kemudian beliau membawakan firman allah taala: Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.(An-nur: 63).. [Abu Syammah menyebutkan riwayat ini dalam kitab” Al ba’its ala Inkaril Bida'” Hal.14 dinukil dari Abi Bakr Al khallaal].
Kelima:
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال: خرج مروان على المنبر في يوم عيد وبدأنا بالخطبة قبل الصلاة فقام رجل فقال: يا مروان خالفت السنة، فقال أبو سعيد: أما هذا فقد قضى ما عليه، سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: «من رأى منكم منكراً واستطاع أن يغيره بيده فليغيره، فإن لم يستطع… الحديث»، قال أبو شامة رحمه الله: فنسب مروان إلى مخالفة السنة وجعل أبو سعيد فعله منكراً وليس في تقديم الخطبة على الصلاة كبير أمر
Dari abi Sa’id al Khudri berkata: Pada suatu ketika dihari ied Marwan keluar menuju mimbar dan kamipun memulai khutbah sebelum kami melaksanakan shalat, maka seorang laki-lakipun beerdiri dan berkata: wahai Marwan engkau telah menyelisihi sunnah rasulullah, maka abu Saidpun berkata: adapun laki-laki itu telah melakukan apa yang seharusnya dia lakukan, aku mendengar rasulullah bersabda: Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka hendaklah ia rubah menggunakan tangannya, jika tidak mampu dengan lisannya…” [Diriwatkan Oleh Al imam Muslim]
Berkata abu Syaamah rahimahullahu taala: maka perbuatan Marwan pada saat itu dianggap menyelisihi sunnah, dan abu Said menganggap itu adalah sebuah kemungkaran, padahal mendahulukan khutbah daripada shalat dihari ied bukan termasuk perkara yang serius dalam pandangan manusia. [Kitabul Baa’its Hal.222]
Berkata Alimam Al-Auza’i Rahimahullahu Taala.
اصبر نفسك على السنة وقف حيث وقف القوم وقل بما قالوا وكف عمّا كفوا عنه واسلك سبيل سلفك الصالح فإنه يسعك ما وسعهم
“Sabarkanlah dirimu di atas sunnah.
Berhentilah di mana kaum itu (para shahabat) berhenti.
Ucapkan apa yang mereka katakan.
Titilah jalan para pendahulu yang saleh.
Karena sungguh, yang boleh bagimu adalah yang boleh bagi mereka.” [Diriwayatkan oleh Al Lalakai dalam I’taqad Ahlis Sunnah no. 315].
Akhukum: Muhaimin Abu Shofiya
Baarokallahu fiikum