Buah Manis Dakwah Prioritas

Dakwah atau panggilan untuk meyakini dan mengamalkan akidah dan syariat Islam adalah bagian terpenting dari kewajiban setiap muslim. Dakwah Islamiyah merupakan praktik penyebaran agama Islam dan syahadat yang dilakukan dengan cara yang baik.[1]

Allah Ta’ala berfirman:

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125)

Perintah untuk berdakwah dalam ayat tersebut merupakan kewajiban yang menjadi tanggung jawab setiap muslim sesuai dengan kapasitasnya. Adapun cara dalam menyampaikan dakwah hendaklah dilakukan dengan kelembutan dan penuh dengan nasihat yang baik, sembari menunjukkan sikap terbaik manakala terjadi penentangan terhadap dakwah tersebut.

Kewajiban berdakwah

Sebagai umat terbaik, bentuk dakwah yang diwajibkan kepada muslimin adalah dengan amar makruf nahi munkar sebagaimana firman Allah Ta’ala,

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran: 110)

Ya, dakwah atau seruan untuk mengerjakan hal yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Suatu tugas mulia sebagai manifestasi dari ketakwaan di mana takwa merupakan amalan ketaatan kepada Allah di atas cahaya Allah (petunjuk dari Allah -pen.) dengan niat mengharapkan rida Allah, serta meninggalkan kemaksiatan di atas cahaya Allah (petunjuk dari Allah -pen.) dengan niat takut akan azab Allah.[2]

Kita tahu bahwa sejak zaman Nabi Nuh ‘alaihissalam, bentuk kemaksiatan yang paling dimurkai oleh Allah dimulai, yaitu mempersekutukan Allah –wal ‘iyadzubillah-. Maka, dari zaman ke zaman, tugas utama dari setiap rasul yang diutus oleh Allah adalah dalam rangka menyeru manusia untuk kembali ke jalan yang benar, yaitu mempersembahkan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala.

وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al Bayyinah: 5)

Berada di zaman yang penuh dengan fitnah ini, tugas kita dalam melaksanakan dakwah tentu saja menghadapi berbagai halangan dan rintangan. Sebagaimana yang saat ini kita hadapi, berada di saat toleransi beragama disalahartikan dengan memaksakan diri untuk menyesuaikan dengan keadaan. Padahal, akidah yang dipertaruhkan. Ambil contoh ‘toleransi’ yang menjadikan sebagian umat Islam terpedaya tatkala berada di tanggal hari raya selain Islam.

Mereka justru lebih mengedepankan ‘toleransi’ itu daripada mempertahankan akidah dengan menganggap ucapan (tahniah) atas hari raya selain Islam merupakan hal yang wajar sebagai bentuk ‘toleransi’ kepada sesama umat manusia ataupun sesama warga negara. Alasan tersebut dikedepankan dengan tanpa ilmu. Sementara dalam syariat kita dilarang untuk melakukannya karena dapat merusak dan membatalkan keislaman kita.

Ini salah satu contoh kecil dari banyak penyimpangan yang terus-menerus terjadi dalam perjalanan kehidupan beragama kita. Lantas apa yang seharusnya kita lakukan? Apakah maksud kewajiban berdakwah sebagaimana diterangkan dalam ayat-ayat di atas adalah kewajiban untuk menyeru kepada seluruh kaum muslimin untuk kembali ke jalan yang benar? Jika ya, seperti apa jalan yang semestinya kita tempuh?

Saudaraku, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kita tentang skala prioritas dalam berdakwah. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ke negeri Yaman, beliau bersabda,

إِنَّكَ تَقْدُمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ. فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ تَعَالَى

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum dari Ahli Kitab. Maka, jadikanlah dakwah pertama yang engkau serukan kepada mereka adalah agar mereka mengesakan Allah.” (HR. Bukhari no. 7372 dan Muslim no. 19)

Jelas sekali bahwa dakwah tauhid merupakan hal yang pokok dan fundamental yang menjadi prioritas dalam dakwah Islamiyah ini. Berupaya semaksimal mungkin dalam menyampaikan dakwah untuk mengesakan Allah adalah yang utama untuk kita lakukan. Tetapi jangan lupa, selain menetapkan inti dakwah prioritas (tauhid), kita pun diajarkan untuk menetapkan prioritas para mad’uw (orang yang didakwahi) yang notabene menjadi kewajiban kita yang paling utama karena tanggung jawab atas dakwah ini akan dipertanyakan di hari kiamat kelak.

Lalu, siapakah orang yang paling utama untuk kita dakwahi?

Allah Taa’la berfirman,

یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ قُوۤا۟ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِیكُمۡ نَارࣰا

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)

Pada kalimat قُوۤا۟ أَنفُسَكُمۡ terdapat mashdar al-wiqayah yang secara bahasa adalah penjagaan dari rasa sakit.[3] Sebagaimana terjemahan dari ayat ini, kita diperintahkan untuk menjaga diri dan keluarga dari rasa sakit panasnya api neraka.

Maka, dakwah terhadap diri sendiri dan keluarga adalah prioritas mad’uw yang harus kita ketahui. Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsirnya mengatakan,

“Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS At-Tahrim: 6). Yakni amalkanlah ketaatan kepada Allah dan hindarilah perbuatan-perbuatan durhaka kepada Allah, serta perintahkanlah kepada keluargamu untuk berzikir, niscaya Allah akan menyelamatkan kamu dari api neraka.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6). Yaitu bertakwalah kamu kepada Allah dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk bertakwa kepada Allah.”
Bentuk dakwah

Intisari dari penjelasan Tafsir Ibnu Katsir di atas adalah bentuk wiqayah yang harus kita lakukan bagi diri dan keluarga dari siksa api neraka. Wiqayah tersebut dilakukan dengan mengajak mereka untuk senantiasa melakukan zikir. Tentu yang dimaksudkan di sini adalah zikir dalam makna yang luas, berupa salat, doa, dan zikir dengan mengingat Allah setiap waktu. Allah Ta’ala berfirman,

فَإِذَا قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا ٱطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا

“Maka, apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk, dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu (kewajiban) yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’: 102)

Selain itu, mengingatkan diri sendiri dan keluarga untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala juga menjadi bagian dari wiqayah tersebut sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

اتَّقِ اللهَ حيثُما كنتَ ، وأتبِعِ السَّيِّئةَ الحسَنةَ تَمْحُهَا ، وخالِقِ النَّاسَ بخُلُقٍ حَسنٍ

”Bertakwalah kepada Allah subhanahu wa ta’ala di mana pun engkau berada. Iringilah kejelekan itu dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya (kejelekan). Dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.” (HR. Tirmidzi, dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu)
Buah manis

Inilah dakwah prioritas yang paling efektif, yaitu dakwah tauhid kepada diri dan keluarga. Karena, bayangkan jika saja semua muslim memahami dakwah prioritas ini, insyaAllah misi dakwah tauhid (yang menjadi pokok agama mulia ini) akan lebih mudah terlaksana yang kemudian akan melahirkan generasi terbaik umat ini sehingga cita-cita untuk menikmati negeri yang diberkahi oleh Allah Ta’ala dapat kita peroleh, insyaAllah.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96)

Negeri ini akan diberkahi tentu saja karena dipimpin oleh orang-orang saleh yang lahir dari hasil pendidikan dan dakwah islamiyah yang prioritas dan fundamental, yaitu tauhid yang darinya keimanan dan ketakwaan dapat tumbuh subur sebagaimana Allah Ta’ala menjanjikan hal ini dalam firman-Nya,

وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًٔا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur: 55)

Wallahu Ta’ala a’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *