BERDZIKIR, ANTARA SUNNAH DAN BID’AH
Dzikir adalah perkara ibadah yang memiliki nilai tinggi di sisi Alloh, karena dengan berdzikir seseorang akan senantiasa ingat kepada Robbnya, ingat kepada siapa yang telah menciptakannya, dan dengan dzikir pulalah seseorang akan selalu mensyukuri segala nikmat yang telah di berikan Alloh kepadanya. Membasahi lisan dengan dzikir akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan maksiat, terutama maksiat yang berkaitan dengan lisan, seperti ghibah, dusta, berkata keji dan lainnya. Di samping itu Alloh telah menekankan hambanya agar senantiasa berdzikir kepada-Nya:
Sebagaimana tertera dalam firmannya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. (QS. Al-Ahzab [33]: 41).
Rosululloh telah bersabda:
“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Rabbnya dengan orang yang tidak berdzikir adalah seperti orang hidup dan orang mati”. (HR. Bukhori: 6407).
Ibnu Abbas pernah mengatakan: “Syaitan adalah penggoda dalam hati anak adam (manusia), apabila ia lupa atau lalai maka syaitan pun akan menggodanya, namun jika ia mengingat Alloh maka syaiton akan meninggalkannya. (Lihat al-wabil as-shoyyib: 83).
RAHASIA DI BALIK BERDZIKIR KEPADA ALLOH
Sesunguhnya dzikir memiliki rahasia yang tidak dapat ketahui kecuali oleh orang yang melakukannya, hanya orang-orang yang selalu berdzikir kepada Alloh dengan ikhlas kerenanya dan mutaba’ah akan mengetahui rahasia tersebut, berupa keutamaan dan keistimewaan yang tak terhitung jumlahnya dari Alloh.
Al-Imam Nawawi mengatakan: “Ketahuilah, sesungguhnya keutamaan dzikir tidak terbatas jumlahnya, baik tasbih.tahlil, tahmid, takbir dan yang serupa dengannya, bahkan orang yang berbuat keta’atan karena Alloh, maka dia telah berdzikir kepada-Nya. (al-Adzkar: 55).
Al-Imam Ibnu Qoyyim telah menyebutkan keutamaan dan keistimewaan berdzikir sebanyak seratus dalam kitabnya al-Wabilushoyyib warofiul kalimittoyyib.
Berikut ini kami sebutkan beberapa keutamaan dan keistimewaan berdzikir. Adapun untuk lebih luasnya bisa melihat kitab tersebut.
- Membuat hati menjadi tenang, menghilangkan kegundahan. (Ar Ra’d [13] : 28)
- Memperoleh pahala dan ampunan dari Alloh. (QS. Al-Ahzab [33] :35)
- Dzikir kepada Allah merupakan pembeda antara orang mukmin dan munafik. (QS. An Nisa [04] : 142).
- Oraang yang berdzikir kepada Alloh akan di lapangkan rizkinya dan akan senantiasa memperoleh keberuntungan. (QS. Al-Jumu’ah [62]: 10)
- Menghidupkan hati.
Syaikhul islam ibnu Taimiyah mengatakan: “Dzikir bagi hati seperti air bagi ikan, bagaimanakah keadaannya jika ikan terpisah dari air?”. (Syarah Hisnul Muslim: 10).
ADAB DALAM BERDZKIR
Semua orang pasti mengharapkan dzikirnya di terima di sisi Alloh, dan mengharap dari dzikirnya tersebut membawa kepada kebaikan, itu harapan semua orang. Namun, tidak lah hal itu bisa tercapai melainkan harus terpenuhi criteria-kriteria dan adab-adab dalam berdzkir.
Maka dari sinilah, perlu kiranya kita memperhatikan adab-adab dalam berdzkir dengan harapan ibadah yang mulia ini di terima oleh Alloh. Di antara hal-hal yang perlu di perhatikan dalam berdzikir adalah sebagai berikut.
1. Ikhlas mengharap ridho Alloh.
2. Hendaklah memakai pakaian yang baik, menghadap ke kiblat, duduk dengan tenang, tunduk dan khusu’.
3. Pada tempat yang bersih dan dan bukan di tempat yang ramai, oleh Karena itulah sangat terpuji sekali dzikir di masjid.
Benar apa yang di katakan oleh imam al-jalil Abu maysaroh Amar bin Syurohbil: “Alloh tidak di sebut kecuali di tempat yang baik.
4. Hendaklah mulutnya dalam keadaan bersih, dan sangat di anjurkan sekali untuk bersiwak sebelum dzikir. (Lihat al-Adzkar: 59 dan Hisnul muslim: 17 secara bebas).
DZIKIR HARUS SESUAI DENGAN ATURAN SYR’I
Sebagaimana telah dituturkan di atas bahwa dzkir adalah ibadah, dan dzikir adalah bentuk ibadah mahdhoh (ibadah murni), sebagaimana ibadah shalat, haji, qurban dan. Dan kaidah dasar dalam ibadah mahzhoh bersifat tauqifi atau menerima apa adanya sesuai yang telah diajarkan Rosululloh pada umatnya. Oleh karena itu bagi umat Islam harus komitmen dan mencontoh apa yang telah dilakukan oleh Rosulullah dalam berdzikir dan tidak serampangan dalam melakukannya tanpa memperhatikan norma-norma syariat, dengan demikian akan terhindarlah dari perbuatan-perbuatan bid’ah dalam ibadah.
Dalam berdzikir kita harus mengikuti aturan syar’i. Ada dzikir – dzikir yang sifatnya mutlak yaitu boleh dibaca kapan saja, dimana saja, dan dalam jumlah bebas karena memang tidak perlu dihitung. Tetapi ada juga dzikir – dzikir yang Muqoyyad terkait dengan waktu, misalnya dzikir ketika hendak masuk wc, Juga ada dzikir yang terkait dengan bilangan, misal membaca tasbih, tahmid, dan takbir dengan jumlah tertentu (33 kali) setelah shalat wajib. Tentu tidak boleh ditambah – tambah kecuali ada dalil yang menerangkannya.
BID’AH-BID’AH DALAM BERDZIKR
1. Berdzikir di sertai dengan alunan musik
Adapun yang terjadi sekarang ini sebagian kaum muslimin menjadikan alunan musik, seperti rebana, marawis atau yang semisalnya. Sebagai wasilah untuk mendekat diri kepada Alloh dalam berdzikir, dengan sangkaan akan menambah kekhusuan dalam berdzkir, lebih mendekatkan diri kepada Alloh atau yang lainnya. Wallohi, tidaklah semua ini melainkan perbuatan munkar semata, bagaimana mungkin sesuatu yang sudah jelas tantang keharomannya di jadikan sebagai wasilah untuk bertaqorrub kepada Alloh?. Ini namanya mencampur adukkan antara yang hak dan yang bathil. Tidakkah mereka memperhatikan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdurrahman bin Ghonam bahwa ia berkata : Abu Amir atau Abu Malik Al Asy’ari telah menceritakan kepadaku bahwa ia pernah mendengar Rosulullah bersabda, “Di kalangan umatku nanti akan ada suatu kaum yang menghalalkan perzinaan, sutera, khamr dan alat-alat musik.” (HR. Bukhori: 5590).
Syaikh Bakar bin Abdulloh Abu Zaid mengatakan: “Sungguh telah sepakat kaum muslimin bahwa perbuatan semacam ini (berdzikir di sertai alunan music) merupakan kebiasaan yang paling jelek dalam berdzkir dan berdo’a, termasuk perbuatan bid’ah yang sesat, termasuk perbuatan yang di haromkan tidak boleh seorang muslim beribadah dengan cara ini, ia termasuk fitnah, mengikuti hawa nafsu, dan merusak agama. (Lihat Tashih ad-Du’a: 76).
2. Menggerak-gerakkan Tubuh ketika Dzikir
Yaitu bergerak ke kanan, ke kiri, atau ke depan dan ke belakang baik dengan badan atau dengan kepala. Dzikir seperti ini termasuk perbuatan orang-orang Yahudi ketika mereka membaca kitab mereka. Berkata Ar-Ra’i Al-Andalusi –semoga Alloh merohmatinya- : “Demikian pula penduduk Mesir telah menyerupai Yahudi dalam bergerak-gerak di saat belajar dan sibuk. Dan ini termasuk perbuatan orang Yahudi.”
Berkata Bakr Abu Zaid: “Wajib atas orang-orang yang berdzikir kepada Allah, yang bertawajjuh dengan doa kepada Alloh, para penghafal kitab Alloh, yang membuat madrasah-madrasah dan halaqah tahfidz Al Qur’an agar meninggalkan bid’ah bergerak-gerak ketika membaca. Dan hendaklah mendidik anak-anak kaum muslimin di atas sunnah dan menjauhi bid’ah.” (Lihat Tash-hih Ad-Du’a: 80-81).
DZIKIR BERJAMA’AH, BOLEHKAH…?
Dzikir berjama’ah yaitu berdzikir dengan berkumpul bersama-sama, dengan satu suara secara serempak atau di pimpin oleh salah satu jama’ah kemudian jama’ah yang lain menimpalinya. Fenomena dzikir seperti sering kita jumpai di masjid-masjid setelah sholat berjamaah atau sering di tayangkan di televisi yang di sebut dengan “majlis dzikir“. Dzikir model seperti ini adalah perbuatan bid’ah karena tidak ada contohnya dari Rosululloh dan merupakan amalan yang tidak pernah ada pada masa Beliau, shahabat dan juga masa tabi’in. Namun dzikir berjamaah ini telah diklaim oleh sebagian kaum Muslimin sebagai amalan sunnah, dengan membawa berbagai dalil yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah dan fatwa-fatwa ulama yang dipahami oleh mereka secara tidak benar dan salah dalam memahami dalil-dalil tersebut.
Berkata Bakr bin Abdulloh Abu Zaid: “Sesungguhnya dzikir berjamaah dengan satu suara baik dengan suara lirih atau mengeraskannya, mengulang-ngulang dzikir yang ada dalilnya atau sebaliknya, menjadikan salah satu di antara mereka sebagai pemimpin untuk di ikuti, mengangkat tangan atau tidak mengkat. Semua ini adalah sifat-sifat yang membutuhkan dalil baik dari al-Qur’an maupun as-sunnah, Karena semua ini masuk dalam ibadah, sedangkan ibadah di bangun atas tauqif dan ittiba’ bukan membuat hal baru atau mengada-ngada. Oleh sebab itu jika kita meninjau dalil-dalil dari al-Qur’an maupun as-sunnah maka tidak akan di jumpai dalil yang menunjukkan dzikir model seperti ini. (Lihat Tashih ad-Du’a: 134).