ETIKA BERTAMU
Adab adalah menggunakan segala prilaku yang terpuji baik dalam berbicara, berbuat dengan mencurahkan akhlak-akhlak mulia sesuai al-Qur’an dan as-Sunnah. Sebagai agama yang sempurna, islam mengatur kehidupan manusia dalam setiap kondisinya, mulai dari ibadah sampai bermuamalah dengan oranglain, dan islam memerintahkan dengan segala sesuatu yang bermanfaat, melarang segala sesuatu yang dapat mendatangkan mara bahaya, dan islam menyariatkan untuk berkhlakul karimah dengan orang lain. Di antara adab-adab islami yang harus di perhatikan oleh kaum muslimin adalah bagaimanakah sikap seorang muslim ketika bertamu dan bagi orang yang kedatangan tamu.
Sebagaimana Rosululloh bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِااللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرِ فَلاَيُؤْذِيْ جَارَهُ, وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِااللهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ.
“Barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir maka hendaklah ia tidak mencela tetangganya dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya“. (HR. Bukhori: 6018, Muslim: 47, Tirmidzi: 1188, Darimi: 2222).
SIKAP BAGI ORANG YANG DI DATANGI TAMU
1. Memuliakan tamu.
Memuliakan tamu merupakan kewajiban seorang muslim, bahkan hal tersebut sangat dianjurkan. Sebagaimana sebuah hadits yang datangnya dari shohabat mulia Uqbah bin Amir:
“Kami (para shohabat) berkata: “Wahai Rosululloh engkau mengutus kami kemudian kami tinggal di sebuah kaum akan tetapi mereka tidak memuliakan kami, bagaimana pendapat engkau?Maka Rosululloh menjawab:”Apabila kalian tinggal di sebuah kaum maka mereka diperintahkan untuk memberikan kalian selayaknya bagi seorang tamu, maka terimalah, jika mereka tidak mengerjakannya maka ambillah dari mereka hak seorang tamu yang layak. (HR. Bukhori: 6137, Muslim: 1727).
2. Tidak memberatkan tamu.
Larangan tersebut berdasarkan keumuman sebuah dalil yang datangnya dari sahabat Anas:
“Ketika kami berada di sisi Umar, beliau berkata:”Kami di larang dari memberatkan diri. (HR. Bukhori: 7293)
Fuad bin Abdul Azis as-Syulhub mengatakan: “Tidak ada batasan tertentu dari Pemberatan diri, akan tetapi semua itu kembali kepad ‘Urf (kebiasaan) masing-masing. (Lihat Kitabul Adab: 95).
Hadits tersebut dihukumi marfu’ (sampai kepada Nabi) berdasarkan perkataan salah seorang sahabat “kami di larang”, sebagaimana yang telah tetap dalam qaidah ushul.Wallohu’alam.
3. Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang faqir.
Apabila undangan hanya di tujukan kepada orang kaya, sementara orang-orang miskin diabaikan, maka hal ini sangat menyakitkan perasaan mereka. Oleh karena itu Rosululloh bersabda:
“Seburuk-buruknya makanan adalah makanan walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja dan meninggalkan orang-orang faqir. (HR. Bukhori: 5177, Muslim: 1432, Abu Dawud: 3742, Ibnu Majah: 1913, Malik: 1160, Darimi: 2066)
4. Disunnahkan bagi tuan rumah untuk mengucapkan مَرْحَبًا (selamat datang) kepada para tamu.
Terutama sekali tamu yang datang dari jauh, jika kita menyambutnya dengan baik maka mereka akan merasa senang dan bahagia. Hal ini berdasarkan sebuah hadits yang datangnya dari Ibnu Abas:
“Ketika rombongan Abdul Qois tiba kepada Rosululloh, maka Rosululloh mengucapkan مَرْحَبًا (selamat datang) terhadap rombongan yang datang tanpa ada rasa malu (sungkan) dan penyesalan. (HR. Bukhori: 6176, Muslim: 17)
5. Undangan jamuan tidak hanya diniatkan untuk berbangga-bangga atau berfoya-foya, akan tetapi birniat semata-mata mencari ridho Alloh dan mangikuti sunnah Rosululloh serta membahagiakan orang lain.
6. Tidak tergesa-gesa untuk mengangkat hidangan sebelum tamu selesai menikmati jamuan.
7. Di sunnahkan menghantarkan tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian. (Lihat Kitabul Adab: 99)
SIKAP BAGI TAMU.
1. Hendaklah memenuhi undangan.
Di antara kewajiban seorang muslim yang harus di laksanakan adalah memenuhi undangan saudaranya dan tidak terlambat dari undangan tersebut kecuali ada udzur, karena hal tersebut bisa mempererat tali ukhuwah islamiyah.
Sebagaimana sabda Rosululloh:
“Hak seorang muslim terhadap muslim lainnya ada lima:Menjawab salam, menjenguk orang sakit, menghantarkan jenazah, memenuhi undangan, dan mendo’akan orang yang bersin”. (HR. Bukhori: 1240, Muslim: 2162, Tirmidzi: 2737, Nasa’i: 1938, Abu Dawud: 5030, Ibnu Majah: 1435).
Namun tidak semua undangan wajib kita penuhi, akan tetapi harus memenuhi persyaratan sebagaimana yang dituturkan oleh Syaikh Soleh al-Utsaimain:
“Hendaklah tidak ada kemungkaran di tempat undangan tersebut, dan apabila memungkinkan untuk menghilangkannya maka wajib hukumnya utuk memenuhi undangan itu, karena dua sebab:Kewajiban memenuhi undangan dan kewajiban mencegah kemungkaran. Apabila tidak mungkin untuk menghilangkan kemungkaran tersebut maka haram untuk menghadirinya. (Lihat al-Qoulul Mufid Syarah Kitabuttauhid: 3/111).
2. Tidak membedakan antara undangan dari orang faqir dan undangan dari orang Kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir dapat menimbulkan kekecewaan kepadanya.
Sebagaimana Rosululloh telah melarang terhadap orang yang tidak memenuhi undangan:
“Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Alloh dan Rosulnya. (HR. Bukhori: 5177, Muslim: 1432, Abu Dawud: 3742, Ibnu Majah: 1913, Malik: 1160, Darimi: 2066)
3. Jangan sampai tidak hadir sekalipun sedang puasa.
Karena hadits yang datang dari Jabir menyebutkan bahwasanya Rosululloh telah bersabda:
“Apabila salah seorang di antara kalian di undang maka penuhilah, jika ia berpuasa maka teruskalah, jika tidak berpusa maka makanlah”. (HR. Muslim: 1431, Tirmidzi: Abu Dawud: 2460).
Imam Nawawi menuturkan: ”Adapun bagi orang yang berpuasa maka tidak ada khilaf bahwasanya dia tidak wajib untuk berbuka. Akan tetapi apabila ia puasa fardhu maka tidak boleh untuk berbuka, berbeda lagi apabila ia puasa sunnah maka tidak mengapa untuk membatalkannya (berbuka). (Lihat Syarah Shohih: 9/573)
4. Meminta izin terlebih dahulu sebelum masuk rumah.
Ini merupakan salah satu akhlak mulia yang telah di jelaskan oleh Alloh dalam al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk Makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. (QS. al-Ahzab [33]: 53)
5. Tidak terlalu lama saat bertamu karena hal ini memberatkan yang punya rumah dan jangan pula tergesa-gesa untuk pergi karena hal ini membuat tuan rumah kaget sebelum semuanya siap.
6. Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.
7. Hendaklah pulang dengan hati lapang dan memafkan kekurangan apa saja yang terjadi pada tuan rumah.
8. Hendaknya mendoakan untuk orang yang mengundang seusai menyantap hidangannya.
Sebagaimana do’a Rosululloh kepada Sa’ad bin Ubadah seusai menyantap hidangannya:
أَفْطَرَ عِنْدَكُمْ الصَّائِمُوْنَ, وَأَكَلَ طَاعَامَكُمْ الأَبْرَارُ,وَصَلَّتْ عَلَيْكُمْ الْمَلاَئِكَةُ
“Orang yang berpuasa telah berbuka puasa padamu, orang-orang yang baik telah memakan makananmu dan para malaikat telah bersholawat kepadamu. (HR. Abu Daud: 3854, Darimi: 1772, Ibnu Majah: 1747 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud: 2/459)
Atau dengan do’a:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِيْمَارَزَقْتَهُمْ
“Ya Alloh ampunilah mereka, belas kasihilah mereka, berkahilah mereka apa yang telah engkau karuniakan kepada mereka”. (HR. Muslim: 2042, Tirmidzi: 3576, Abu Dawud: 3729)
Hanya karena Alloh segala sesuatu terjadi, dan hanya segala sesuatu yang kita impikan dengan izinnya bisa terwujudkan. Manusia hanya mampu berikhtiar dan berdoa sedang hanya Alloh jua yang menentuknnya. Oleh karena itu marilah kita benahi masyarakat kita dengan mengamalkan adab-adab islami yang di lakukan oleh Rosululloh dan para sahabatnya.
– MUKHLIS ABU DZAR –