Faidah Ilmiyah Seputar Hukum Menggunakan Masker Ketika Sholat di Masa Pandemi COVID-19

FAIDAH ILMIYAH SEPUTAR HUKUM MENUTUP MULUT DAN HIDUNG/MENGGUNAKAN MASKER KETIKA SHOLAT DI MASA PANDEMI COVID-19

Ada tiga hal yang akan dibahas:

1. Derajat hadist.
2. Hukum menutup mulut ketika sholat “at-Talatsum”.
3. Kesimpulan hukum.

1. Derajat hadist larangan menutup mulut Ketika sholat, dalam istilah arab disebut “at-Talatsum“.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ نَهى عنِ السَّدلِ في الصَّلاةِ وأن يغطِّيَ الرَّجلُ فاهُ

Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang as-Sadl, menutup mulutnya ketika shalat [HR. Abu Daud 643, Ibnu Majah 966, Ibnu Hibban 2353].

Derajat Hadist:

Pendapat pertama: Bahwa hadist ini derajatnya hasan ligairihi.

Berkata Imam Tirmidy rahimahullah ta’ala: Hadist ini tidak diriwayatkan dari jalan Atho bin Abi Robah secara marfu’ kecuali dari jalan Asal bin Sufyan, Hadist ini juga di keluarkan oleh Imam Al-Hakim dalam Mustadrak dari jalan riwayat-riwayat yang di bawakan oleh Imam Abu Dawud dengan tambahan yang di sebutkan, Beliau berkata: Hadist ini hasan sahih “ala syarthi syaikhain”, akan tetapi tambahan lafadzh “larangan menutup mulut” tidak di sebutkan dalam kitab Imam Bukhari dan Muslim, dan yang mereka tulis dalam kitab mereka hanyalah penggalan hadist pertama saja yaitu “Larangan As-Sadl( menjulurkan pakaian sampai mengenai tanah)”.

Berkata Imam al-Baihaqi rahimahullah ta’ala: Dan sungguh kami telah menulis hadist ini dalam kitab kami, hadist ini adalah hadist Ibrahim bin Thahman dari jalan Al-Haitsam apabila ia terjaga maka hadist ini Ahsan dari Riwayat Hafs bin Abi Dawud, dan hadist ini juga di sahihkan oleh Imam Hakim rahmahumullah ta’ala.

Pendapat kedua: Hadist ini derajatnya lemah.
Karna dalam rangkaian sanadnya terdapat perowi yang bernama al-Ḥasan Ibn Zakwān yang diperselisihkan kemakbulan riwayatnya oleh para kritikus hadits. Sebagian lebih banyak menganggapnya rawi yang daif karena sering melakukan kekeliruan, melakukan tadlīs dan dalam riwayat hadits ini menggunakan formula ‘anʻanah (‘dari’). Sebagian lain menganggap haditsnya hasan dengan alasan Yaḥyā Ibn Sa‘īd, ahli hadits terpercaya, meriwayatkan haditsnya [Mīzān al-I‘tidāl, II: 236-237, nomor 1847].

Dan dari al-Bazzar dalam musnadnya terdapat Hafs bin Abi Dawud yang mana para ahli hadist berbeda tentang kemakbulan riwayatnya, dan ia termasuk perowi yang lemah, kemudian di dalam musnad Al-Bazzar juga terdapat Abu Malik An-Nakhoi yang ia telah didhoifkan oleh Ibnu Ma’in, Abu Zur’ah, Abu Hatim dan yang lainnya.

Dan ada juga periwayatan hadist ini dari jalan Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu dari sisi Ibnu Adiy dalam kitab “Al-Kamil” dan dalam sanadnya terdapat Isa bin Qirthas Ia tidak tsiqah.

Berkata Imam Nasai rahimahullahu ta’ala: Hadistnya matruk(di tinggalkan).

Al-Imam Ahmad rahimahullah ta’ala pernah di tanya tentang hadist bab ini, maka beliau berkata: Sanad hadist ini tidak sahih, karna di dalamnya terdapat “Asl bin Sufyan” Ia adalah seorang perowi yang lemah, sebagaimana Ia juga di katakana lemah oleh jumhur ahli hadist seperti: Yahya bin Ma’in, Abu Hatim, Imam Al-Bukhari rahimahumullah dan lainnya.

Keterangan ini diambil dari kitab Nailul Authar, karangan Imam Syaukani rahimahullah ta’ala, Jilid:1 Hal. 278-279 dalam kitab Shalat, Abwab: Satril Aurah, Bab: An-Nahyi ‘an As-Sadli wa At-Talatsum fi As-Sholah.

Di antara ulama mu’ashir(masa ini) yang mensahihkan hadist ini adalah Syeikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dan Syuaib al-Arnauth. rahimahumallah ta’ala.

Adapun ulama-ulama masa ini yang mengatakan hadist diatas lemah(Dhoif) adalah: Syeikh Bin Baz dan Syeikh Muqbil Al-Wad’i rahimahumullah ta’ala.

2. Hukum menutup hidung dan mulut dalam shalat menurut ulama-ulama salaf.

Ibnul Mundzir rahimahullah ta’ala menyebutkan hadits Abu Hurairah di atas kemudian beliau berkata: Sebagian besar/jumhur ulama berpendapat bahwa menutup mulut Ketika sholat hukumnya makruh, dan di antara para sahabat radiyallahu ‘nhum yang berpendapat makruh: Ibnu Umar, Abu Hurairah, kemudian para tabi’in: Atho, Nafi’, Ibnu Musayyib, Thawus, An-Nakhoi, Salim bin Abdillah, Asya’bi, Ibnu Abi Syaibah, Hammad bin Abi Sulaiman, Al-Auza’I, Malik, Ahmad radiyallahu ‘anhum wa rahimahumullah [al-Ausath Jilid:3, Hal.451].

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Nafi,

عن نافع، عن ابن عمر: «أنه كره أن يتلثم الرجل في الصلاة»

Dari Nafi’ dan Ibnu Umar, bahwa beliau membenci seseorang melakukan talatsum ketika shalat. [al-Mushannaf, no. 7306].

عن سعيد بن المسيب، وعكرمة: «أنهما كرها أن يتلثم الرجل في الصلاة»

Dari Said bin Musayib dan Ikrimah bahwa keduanya membenci seseorang melakukan talatsum ketika shalat. [al-Mushannaf, no. 7307].

عن طاوس: «أنه كره أن يصلي الرجل متلثما»

Juga dari Thawus, bahwa beliau membenci seseorang shalat dengan talatsum. [al-Mushannaf, no. 7308].

عن الحسن: «أنه كره للرجل أن يصلي متلثما»

Kemudian dari Hasan al-Bashri bahwa beliau membenci seseorang shalat dengan talatsum. [al-Mushannaf, no. 7310].

Berkata Imam Nawawi rahimahullah ta’ala: Bahwa hukum menutup hidung dan mulut Ketika sholat makruh tanzih kecuali jika keperluan seperti menguap, dan tidak sampai membatalkan sholat. [al-Majmu’ Jilid:3, Hal.179].

Berkata Ibnu Utsaimin rahimahullah ta’ala: Bahwa “At-Talatsum (menutup mulut dan hidung)” hukumnya makruh kecuali jika ada keperluan seperti menguap atau ada keperluan yang lain. [As-Syarhul Mumti’ Jilid:2, Hal.193].

3. Kesimpulan hukum: Bahwa para ahli hadist berbeda pendapat dalam menilai keafsahan hadist diatas sebagian besar ahli hadist berpendapat lemah, sebagian yang lain menghasankan, namun seandainya yang dikuatkan adalah derajat hasan ligairihi, maka para jumhur salaf berpendapat bahwa hukum menutup mulut ketika shalat adalah MAKRUH.

MAKRUH MENJADI MUBAH

Diantara kaidah yang ditetapkan para ulama dalam ushul Fiqh,

الكراهة تندفع مع وجود الحاجة

“Hukum makruh menjadi hilang, jika ada kebutuhan.”

Ibnu Abdil Bar rahimahullah ta’ala mengatakan,

أجمعوا على أن على المرأة أن تكشف وجهها في الصلاة والإحرام، ولأن ستر الوجه يخل بمباشرة المصلي بالجبهة والأنف ويغطي الفم، وقد نهى النبي صلى الله عليه وسلم الرجل عنه. فإن كان لحاجة كحضور أجانب فلا كراهة، وكذلك الرجل تزول الكراهة في حقه إذا احتاج إلى ذلك

Para ulama sepakat bahwa wanita harus membuka wajahnya ketika shalat dan ihram, karena menutup wajah akan menghalangi orang yang shalat untuk menempelkan dahi dan hidungnya, dan menutupi mulut. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang lelaki untuk melakukan hal ini. Namun jika ada kebutuhan, misalnya ada banyak lelaki non mahrom, maka hukumnya tidak makruh. Demikian pula lelaki, hukumnya menjadi tidak makruh jika dia butuh untuk menutupi mulutnya. [dinukil dari al-Mughni, Ibnu Qudamah, jilid:1, Hal:432 dan Kasyaful Qanna’, Jilid:1, Hal: 268]

Maka bagi mereka yang sedang dilanda musibah debu, kedinginan, batuk, flu, sholat dengan menggunakan masker hukumnya MUBAH, lebih-lebih lagi musibah pandemi covid-19 yang mengancam kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian diperbolehkan orang yang sedang shalat menutup mulut menggunakan masker karna ada kekhawatiran tertular dan menularkan penyakit tersebut.

‌Akan tetapi jika ada yang memiliki pandangan berbeda dengan pemaparan di atas dan memandang tidak menggunakan masker lebih utama maka silahkan beramal dengan apa yang di yakini dan hargailah pendapat orang-orang yang berbeda dengan anda, selama perbedaan tersebut adalah perbedaan yang sudah ada sejak zaman salafussoleh.

‌Wallahu ‘alam Bishowab

✍️Muhaimin Abu Shofiya

BAAROKALLAHU FIIKUM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *