Faidah Ilmiyyah Seputar Hukum Shaf Berjarak di Masa COVID-19

FAIDAH ILMIYYAH SEPUTAR HUKUM SHAF BERJARAK DI MASA COVID-19

Para ulama sepakat (ijma’) bahwa merapatkan dan meluruskan shaf di syariatkan dalam islam.

Berkata Imam Abdil Bar rahimahullah: Maka perintah merapatkan dan meluruskan shaf telah tsabit secara mutawatir dari riwayat-riwayat yang sohih dari sunnh-sunnah Nabi sallallahu alaihi wasallam dengan sanad yang berbeda-beda, di amalkan oleh para khulafa Ar-Rasyidin radiyallahu anhum, dan tidak ada khilaf di kalangan para ulama tentang anjuran merapatkan dan meluruskan shaf. [Al-Istidzkar, Ibnu Abdil Bar Jilid. 2 Hal. 288].

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda dari jalan Anas bin Malik Radiyallahu anhu:

سُّووا صفوفكم؛ فإن تسوية الصف من إقامة الصلاة” ( ، )4وفي رواية مسلم: “من تمام الصلاة.

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf termasuk mendirikan shalat” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 723 dan Muslim, no. 433]

Dalam riwayat Muslim disebutkan, “karna lurusnya shaf termasuk kesempurnaan shalat..”

Selanjutnya para ulama berselisih dalam memahami maksud dari “Taswiyatu As-shufuf “ dalam shalat:

Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah: Yang di maksud dengan “Taswiyatu As-Shufuf” adalah Ketika orang yang shalat berdiri lurus di atas satu garis, atau yang di maksudkan adalah menutup celah-celah(shaf) yang kosong. [Fathul Baari, Ibnu Hajar Jilid:2, Hal.207].

Pendapat pertama:
Jumhur Ulama dari para ahli ilmu berpendapat bahwa yang di maksud dengan “Taswitau As-Shufuf” adalah merapatkan dan meluruskan shaf di atas satu jalan/garis, dan termasuk di dalamnya adalah merapatkan dan menutup celah shaf yang kosong, dan pemahaman ini di kuatkan oleh ulama-ulama dari Kalangan Hanabilah [Al-Inshaf fi Ma’rifati Ar-Rajih min Al-Khilaf, jilid:3,Hal.404], Imam Ibnu Daqiq Al-‘Ied [Ihkamul Ahkam fi Syarhi ‘Umdatul Ahkam, jilid 1,Hal.217], dan Ibnu Taimiyyah [Syarh Umdatul Fiqh, jilid:2, Hal.643-644] rahimahumullah.

Maka bisa di simpulkan bahwa yang di maksud dengan “Taswiyatu As-Shufuf” adalah meluruskan, merapatkan dan mengisi shaf-shaf yang kosong.

Pendapat kedua:
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang di maksud dengan “Taswiatu As-Shufuf” adalah menyempurnakan shaf demi shaf di mulai dari shaf pertama, mengisi shaf yang kosong, kemudian menyamakan barisan di antara orang-orang yang sholat sehingga tidak ada saling mendahului dalam shaf, serta setiap orang yang sholat berpijak di atas garis yang sama, pendapat ini di kuatkan oleh ulama-ulama dari kalangan Syafi’iyyah [Al-Majmu’ Syarhil Muhadzab, Imam Nawawi, jilid:4, Hal.226 dan Asna Al-Matholib, Imam Anshariy, jilid:1, Hal.229] , dan Sebagian ulama dari kalangan Malikiyyah [Al-Muntaqa fi Syarhi Al’Muwatha’, Jilid: 1, Hal. 279 dan Syarah Az-Zarqaniy Alal Muatha’ Jilid: 1, Hal.545].

Apabila sudah jelas pemaparan dan penjelasan di atas, maka kesimpulanya adalah para ulama dan fuqoha berbeda pendapat dalam persoalan makna dari lafadz “Taswiyatu As-Shufuf wa At-Taroshu” (meluruskan dan merapatkan shaf).

Pendapat pertama: Hukumnya sunnah, dan ini pendapat jumhur ahli ilmu, bahkan di nukil ijma’ atasnya [Fathul Bari, Jilid:2 Hal.210], dan pendapat ini di kuatkan oleh ulama-ulama madzhab yang empat, seperti ulama-ulama hanafiyyah [Tabyinul Haqoiq, Imam zu’ailiy, Jilid:1, Hal.136], Malikiyyah [Al-Maunah, Al-Qodhi Abdul Wahhab, Jilid:1, Hal.276], Syafiiyyah [Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, Ibnu Hajar, Jilid: 2,Hal.311] dan Hanabilah [Al-Furu’, Ibnu Muflih,Jilid:2, Hal.162].

Pendapat kedua: Hukumnya wajib, pendapat ini di kuatkan oleh Imam Bukhari [Sahih Al-Bukhari, Hal.161], Ibnu Hazm [Al-Muhalla,Jilid:2,Hal.372], Ibnu Taimiyyah [Al-Akhbar Al-Alamiyah, Hal.441], Ibnu Muflih [An-Nukt Alal Muharar, Jilid: 1, Hal.114], dan Imam Syaukani [Nalul Authar, Jilid:3,Hal.223] Rahimahumullah.

Maka hukum merenggangkan (jaga jarak) dalam shaf sholat, tatkala ada kondisi darurat di masa covid -19 ini di perbolehkan, meskipun di timbang dengan kedua pendapat di atas.

Apabila di timbang dengan pendapat jumhur(merapatkan dan meluruskan shaf sunnah), maka hukum merenggangkan shaf di masa covid-19 di perbolehkan, karna ada kondisi darurat dan keperluan, sehingga hukum makruh merenggangkan shaf mendapatkan udzur dan anjuran (sunnah) merapatkan dan meluruskan shaf boleh di tinggalkan, karna kondisi darurat yaitu menjaga diri dan orang lain dari bahaya dan ini hukumnya wajib.

Adapun jika merenggangkan shaf di masa covid-19 di timbang dengan pendapat yang mengatakan bahwa merapatkan dan meluruskan shaf itu wajib, maka hukum merenggangkan shaf dalam hal ini juga di perbolehkan, karna dua alasan:

1. Bahwasanya perenggangan shaf di masa covid-19 karena ada kondisi darurat, maka hukum larangan di masa pandemi covid-19 di maafkan dan tidak di maafkan dalam kondisi yang lain.

Berkata Syeikul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah – beliau salah satu ulama yang berpendapat wajibnya merapatkan dan meluruskan shaf -:”Apabila berdiri, membaca, menyempurnakan rukuk dan sujud dalam sholat serta bersuci dengan air bisa mendapatkan keringanan dalam hukum atau rukhsah kemudian bisa di tinggalkan, maka sama halnya dengan hukum merapatkan dan meluruskan shaf [Al-Fatawa Al-Kubra, Ibnu Taimiyyah, Jilid:2, Hal.327].

2. Bahwasanya telah masyhur di kalangan ulama sebuah kaidah yakni “Apabila berkumpul dua mafsadat(kerusakan) dan tidak bisa terhindar dari keduanya, maka mengamalkan mafsadat yang lebih ringan menjadi pilihan untuk menghindari mafsadat yang lebih besar”.

Dan pada masa pandemi ini, kita di hadapkan pada dua mafsadat, pertama: merenggangkan shaf di dalam shalat, kedua: masjid-masjid akan di tutup dari melaksanakan shalat berjamaah dan shalat jum’at, dan tidak di ragukan lagi bahwa merenggangkan shaf merupakan mafsadat yang lebih ringan daripada di tutupnya masjid-masjid, yang di sisi lain juga jumhur ulama berpendapat akan sunnahnya merapatkan dan meluruskan shaf.

Bagi yang merasa adanya kondisi darurat di masa pandemi ini, seperti: Tertular & menularkan covid atau tertutupnya masjid untuk shalat berjamaah apabila tidak menjalankan protokol jaga jarak, maka silahkan beramal dengan hujjah-hujjah yang telah di paparkan.

Akan tetapi jika ada yang memiliki pandangan berbeda dengan pemaparan di atas, tidak merasakan adanya kondisi darurat maka silahkan beramal dengan apa yang di yakininya.

Wallahu ‘alam Bishowab

Dinukil & di terjemahkan dari risalah “Hukmut Taba’ud baina Shufuf Al- Mushollin fi Jaaihati Kuruna” Dr. Muthlaq Jaasir Muthlaq Al-Jasir Hafidzahullahu ta’ala.

✍️Alih bahasa: Muhaimin Abu Shofiya.

Baarokallahu fikum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *