JANGAN TERBURU-BURU DALAM MENUNTUT ILMU & TITILAH TAHAPAN-TAHAPANYA
Mempelajari ilmu syar’i tidak boleh terburu-buru harus bertahap, karna hati manusia itu lemah tidak bisa memikul ilmu dalam jumlah yang besar, dan ilmu itu berat, ibarat beratnya batu di tangan pemikulnya.
Allah ta’ala telah mensifati bahwa ilmu ini berat,
إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.” (QS. Al-Muzammil: 5).
Bukankah Allah ta’ala telah menurunkan al-Quran secara berangsur-angsur, sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi, Allah ta’ala berfirman:
وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ ٱلْقُرْءَانُ جُمْلَةً وَٰحِدَةً ۚ كَذَٰلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِۦ فُؤَادَكَ ۖ وَرَتَّلْنَٰهُ تَرْتِيلًا
Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). (QS. Al-Furqon : 32).
Ayat-ayat ini jelas menunjukan kelaziman bagi seorang penuntut ilmu untuk tidak terburu-buru, dan harus memperhatikan tahapan-tahapan dalam menuntut ilmu, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab “al-Faqih wal-Mutafaqih” dan di sebutkan pula oleh ar-Ragib al-Ashfahani dalam muqaddimah kitab ”Jami’u at-Tafsir” rahimahumallahu jami’an.
Seorang penyair bernama Ibnu an-Nuhas rahimahullah juga pernah mengisayaratkan tahapan dalam menuntut ilmu, beliau berkata:
اليوم علم وغدا مثله ، من نخب العلم التي تلتقط
يحصل المرء بها حكمة ، وإنما السيل اجتماع النقط .
“ Hari ini belajar, besok juga begitu, barang siapa yang mengambil ilmu sedkit-dikit, niscaya akan mendapatkan darinya hikmah, karena sesungguhnya air yang melimpah itu terdiri dari tetesan-tetesan.
Diantara konsekuensi bertahap dalam menuntut ilmu adalah: Memulai belajar dengan menghafal mutun-mutun ilmiyyah yang ringan, kemudian mendalami penjelasannya, serta menahan diri dari membaca kitab-kitab induk yang penjelasannya panjang lebar.
Maka barangsiapa yang teruburu-buru membaca kitab-kitab induk, sebelum menyelesaikan mutun-mutun ringan dari setiap bab-bab ilmu, maka ia telah berbuat dzalim pada agamanya, dan barangsiapa yang melampui tahapan yang sebenarnya dalam menuntut ilmu, bisa saja itu menjadikan para penuntut ilmu menyia-menyiakan apa yang ia pelajari.
Ungkapan yang masyhur yang begitu hikmah dalam hal ini adalah ungkapan seorang alim yang bernama Abdul Karim ar-Rifa’I – beliau adalah salah satu ulama besar Syam beberapa abad yang silam –, beliau berkata:
طعام الكبار سم الصغار
“Makanan bagi senior adalah racun bagi junior”
ORANG yang baru hijrah dan pembelajar pemula, tidak akan bisa mengambil faidah dari materi-materi yang berat, yang memerlukan wawasan yang memadai dan alat yang cukup.
Kajian ilmu yang dalam dan rumit, akan memberikan faidah yang banyak bagi yang sudah kokoh ilmunya, layaknya makanan bagi mereka.
Sebaliknya, itu tak akan memberikan manfaat bagi pemula, bahkan sangat mungkin menjatuhkannya pada kesalahan yang banyak, layaknya racun bagi mereka.
Karena itu, bagi yang baru hijrah dan pembelajar pemula, tak perlu menyibukkan diri menyimak bahasan dan perdebatan yang rumit-rumit, selain mengalihkan banyak waktunya dari mempelajari ilmu yang layak untuk levelnya, juga bisa jadi malah membuatnya tambah kebingungan.
Dari kitab: Ta’dzimul ‘ilmi li Syaikh Shalih bin Abdullah al-Ushaimi Hal. 21-22.
✍️Alih bahasa: Muhaimin Abu Shofiya.
Baarokallahu Fikum