KAIDAH-KAIDAH UNTUK MENAFIKAN PERKARA BARU DALAM AGAMA(BID’AH)
1. Bahwasanya Allah taala telah menyempurnkan agama ini, telah menyempurnakan nikmat kepada kaum muslimin dan telah meridhoi Islam sebagai agama yang benar, sebagaimana firman Allah taala;
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا
ۚ
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. [Al-Maidah:3].
Kemudian dalam ayat yang lain:
مَّا فَرَّطْنَا فِى ٱلْكِتَٰبِ مِن شَىْءٍ
Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab(Alquran). [Al-Anaam ayat 38]
Maka segala sesuatu yang sempurna tidak butuh ditambah dan tidak boleh dikurangi, Begitupula nikmat yang sudah Allah sempurnakan, kita hanya wajib mensyukurinya dan membentenginya dari pengurangan dan penambahan sehingga tidak muncul perkara-perkara bid’ah, dan ketahuilah bahwa keimanan seseorang tidak akan terwujud dan bertambah kecuali dengan apa yang telah di ridhai dan disyariatkan oleh Allah ta’ala
Kedua: Bahwasanya Nabi sallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan risalah yang Allah turunkan kepadanya, dan telah di jelaskan kepada ummatnya dengan sesempurna mungkin, dari perkataan, perbuatan, konidisi dan penetapan apa yang beliau setujui dan pengingkaran dari apa yang beliau tidak setujui serta menjelaskan apa yang seharusnya tidak dilakukan, dan hal ini, telah di sepakati oleh orang-orang yahudi dengan perkataan mereka ” sesungguhnya Nabi kalian telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu”.
Sahabat Abu Dzar al-Ghifari radiyallahu ‘anhu berkata:
تَرَكَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ إِلاَّ وَهُوَ يَذْكُرُ لَنَا عِلْمًا
“Rasulullah wafat meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada seekor burung pun yang terbang di udara melainkan beliau telah mengajarkan ilmunya kepada kami.” (HR. Thabrani).
وصح أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال في حجة الوداع: “أيها الناس إنكم مسؤولون عني، فما أنتم قائلون؟ قالوا: نشهد أنك قد بلغت ونصحت وأديت. فرفع أصبعه السبابة إلى السماء، وقال: اللهم اشهد عليهم”.
Bahwa Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam berkata kepada para sahabat beliau pada hari Arafah. Dimana mereka pada berdesakan mengelilingi beliau ; wahai Manusia ! sesungguhnya kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang diriku. Mereka ( sahabat ) menyahut : kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan risalah Allah,dan melaksanakannya dan memberi nasehat kepada kami. Lalu beliau mengacungkan jari telunjuknya ke langit dan berbalik menghadap para sahabat lalu berkata : Ya Allah, saksikanlah ( 2 kali ). [HR.Muslim].
Maka kaidah ini, menjelaskan bahwasanya Rasulullah sallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan dab mengamalkan agama islam secara menyeluruh dan sempurna tidak ada yang tertinggal, kemudian di hafalkan dan diamalkan oleh para sahabat Radhiyallahu ‘anhum di masa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam.
Kaidah ini akan menjadi bantahan untuk perkara bid’ah yang berkaitan dengan tatacara ritual ibadah baru yang di ada-adakan dalam islam.
Ketiga: Bahwasanya para sahabat radhiyallahu ‘anhum adalah generasi terbaik dari ummat ini dan paling faham tentang syariat yang di bawa oleh Rasulullah sallallahu laihi wasallam, karna wahyu turun dengan Bahasa mereka, Rasulullah berada diantara mereka, mereka menyaksikan turunnya wahyu, dan mereka juga senantiasa bertanya kepada Rasulullah sallallahu alaihi wasallam tentang sesuatu yang belum mereka fahami dari sisi ilmu ataupun pengamalan, serta mereka adalah orang-orang yang beramal bersama Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, jika apa yang di lakukan para sahabat sesuai dengan wahyu maka Rasulullahpun menyetujuinya , dan jika menyelisihi wahyu, maka beliau akan mengingkarinya, kemudian di jelaskan kepada mereka kebenarannya.
Berkata Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:
كُلُّ عِبَادَةٍ لَمْ يَتَعَبَّدْ بِهَا أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فلاَ تَتَعَبَّدُوْا بِهَا ؛ فَإِنَّ الأَوَّلَ لَمْ يَدَعْ لِلآخِرِ مَقَالاً ؛ فَاتَّقُوا اللهَ يَا مَعْشَرَ القُرَّاءِ ، خُذُوْا طَرِيْقَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
“Setiap ibadah yang tidak pernah diamalkan oleh para Sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, janganlah kalian beribadah dengannya. Karena generasi pertama tak menyisakan komentar bagi yang belakangan. Maka bertakwalah kalian kepada Allah wahai para pembaca al-Qur’an (orang-orang alim dan yang suka beribadah) dan ikutilah jalan orang-orang sebelummu”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al Ibanah).
Maka kaidah ini menjelaskan kepada kita bahwa para sahabat radhiyallahu ‘anhum adalah qudwah/contoh dalam memahami Alquran dan Sunnah rasulullah dan mereka juga sebagai contoh dalam pengamalan agama ini, apa yang mereka amalkan kita lakukan dan apa yang mereka tidak amalkan kita tinggalkan.
Imam Al Auza’i rahimahullah mengatakan:
” اصبر نفسك على السنة وقف حيث وقف القوم قل بما قالوا وكف عما كفوا واسلك سبيل سلفك الصالح فإنه يسعك ما وسعهم “.
“Sabarkanlah dirimu di atas sunnah.
Berhentilah di mana kaum itu (para shahabat) berhenti.
Ucapkan apa yang mereka katakan.
Titilah jalan para pendahulu yang saleh.
Karena sungguh, yang boleh bagimu adalah yang boleh bagi mereka.” [Diriwayatkan oleh Al Lalakai dalam I’taqad Ahlis Sunnah no. 315].
Keempat: Diantara kaidah yang sering disebutkan oleh para ahli ilmu dalam perkara ibadah, adalah bahwasanya “Hukum asal sebuah ibadah itu haram sampai ada dalil yang mendasarinya” Allah Taala berfirman:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَٰٓؤُا۟ شَرَعُوا۟ لَهُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنۢ بِهِ ٱللَّهُ ۚ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? [Asy-syura ayat 21].
Sesungguhnya Allah tidak akan menerima suatu ritual ibadah kecuali apa yang telah disyariatkan, maka barangsiapa yang beribadah dengan sesuatu yang tidak di syariatkan maka ia telah membuat perkara bid’ah, Allah taala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّىَ ٱلْفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلْإِثْمَ وَٱلْبَغْىَ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا۟ بِٱللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِۦ سُلْطَٰنًا وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”. [Al-A’raf Ayat 33].
Menganjurkan perkara- perkara baru(bid’ah) di dalam agama termasuk berkata atau berbicara atas nama Allah taala padahal tidak pernah diperintahkan olehNya, dan ini termasuk kedustaan atas nama Allah Taala.
Dari Aisyah radiyallahu anha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” [HR. Muslim no. 1718].
Kaidah-kaidah ini juga menjelaskan dan mengisyaratkan kepada kita bahwa seorang muslim harus merasa cukup dengan segala sesuatu yang sudah ada tuntunan dan contohnya dalam syariat, dan bahwasanya menambah atau mengurangi syariat agama ini adalah termasuk sesuatu yang diharamkan.
Disari & di terjemahkan dari situs https://www.alukah.net
Akhukum: Muhaimin Abu Shofiya
BAAROKALLAHU FIIKUM