Perjuangan Salman Al-Farisi dalam mencari hidayah Islam

Seluruh ajaran yang dikandung islam datang untuk membangkitkan cita cita tinggi dalam diri setiap Ummatnya. Karena itu, islam menghapuskan semua hal yang menyebabkan tumbuhnya sikap malas dan lesu. Sapaan pertama Allah kepada Nabi berbunyi:

Hai orang orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan (Qs. Al Mudatsir: 1-2).

Dengan semangat ini, masyarakat Islam meraih capaian yang didambakan semua umat. Sepanjang sejarah islam, para pejuang muslim yang memiliki cita cita tinggi cukup puas dengan capaian capaian sederhana, tetapi mereka menuntaskannya hingga meraih prestasi tertinggi.

Dalam lipatan buku sejarah dan hadits, tertoreh nama salman al Farisi, seorang shahabat dari negeri seberang, sejarah keislamannya mencerminkan semangat juang dan memiliki cita cita tinggi dalam mencari hidayah islam dan keinginannya bertemu dengan Rasulullah.

Berikut ini adalah sejarah salman al Farisi yang termaktub di dalam Musnad Ahmad (5/437) secara lengkap dengan sanad yang shahih.

“Abdullah bin Abbas berkata:” Salman berkata kepadaku: “ Aku adalah seorang laki laki Persia, dari kota asfahan, putra seorang kepala negeri. Ayahku memiliki ladang yang luas, di sana ayah memiliki bangunan yang digunakan untuk mengawasi ladangnya itu. Pada suatu hari, ayah berkata kepadaku. “ Anakku, seperti yang kamu lihat, aku ini sangat sibuk. Pergilah ke ladang. Janganlah kamu mengurung diri, hal itu akan membuat ayah repot sendiri di ladang untuk masa depanmu.”

Aku keluar rumah menuju ladang. Di tengah perjalanan, aku melewati gereja kaum Kristen. Saat itu mereka sedang beribadah di dalam gereja, karena apa yang mereka lakukan membuatku kagum. Aku berkata dalam hati: “ Demi Allah, agama ini lebih baik dari pada agama kami (Majusi).” Aku berada di gereja hingga sore hari. Aku tidak pergi ke ladang dan juga tidak pulang ke rumah, sehingga ayahku mengirim utusan untuk mencariku.”

Karena aku kagum kepada Agama Kristen, maka aku bertanya kepada kaum Kristen.” Dari manakah asal agama ini? Mereka menjawab:” Dari negeri syam (Syiria).”

Aku pulang menemui ayah dan bercerita kepadanya:” Aku melihat suatu kaum yang beribadah di dalam gereja. Apa yang mereka lakukan itu membuatku kagum. Aku tahu, agama mereka lebih baik dari pada agama kita.”

Ayah berkata:” Anakku, agamamu dan agama nenek moyangmu lebih baik dari pada agama mereka.” Aku berkata:” Tidak !”.

Karena ayahku khawatir aku mengikuti agama mereka, maka ia pun mengurung dan mengikatku di dalam rumah. Akupun mengirim utusan untuk menemui kaum Kristen itu. Aku sampaikan pesan kepada mereka bahwa aku setuju dengan agama mereka. Aku minta mereka memberitahuku siapa yang akan pergi ke negeri Syam. Merekapun mengabulkan permintaanku itu.

Aku lepaskan belenggu besi yang mengikat kakiku, kemudian aku keluar bersama kaum Kristen meninggalkan Persia menuju Syam. Di sana, aku bertanya kepada kaum Kristen mengenai ulama mereka, mereka mengatakan:” Ulama kami adalah Uskup.” Aku menemui Uskup, aku berkata kepadanya:” Aku ingin bersamamu. Aku akan membantumu dan beribadah kepadamu.” Uskup pun menerimaku.

Ternyata aku mengabdi pada seorang yang buruk. Uskup itu memerintahkan umatnya untuk bershodaqoh. Namun, di saat umat bershodaqoh, uskup itu menyimpan shodaqoh itu untuk kepentingan dirinya sendiri, hingga akhirnya ia berhasil mengumpulkan tujuh pundi pundi yang penuh berisi emas dan perak.

Kemudian uskup itu meninggal dunia. Kukabarkan kepada umat prihal apa yang telah dilakukan uskup itu. Mereka mencela diriku . kutunjukkan pada mereka harta uskup. Setelah mereka tahu, mereka menyalip uskup, lalu membuang dan merajamnya. Mereka menunjuk pengganti uskup. Sang pengganti adalah sosok yang shaleh, zuhud dan cinta kehidupan akhirat. Allah membuatku simpati kepadanya, sampai ia meninggal dunia. Aku berkata kepadanya:” Tinggalkan pesan untukku!” Dia menunjukkan kepadaku tentang sosok laki laki di  kota mosul. Kami masih bersama sampai ia meninggal dunia.

Aku pergi ke mosul. Aku menemui laki laki yang diceritakan uskup pengganti. Ku ceritakan kabarku. Ku katakan padanya bahwa seseorang memerintahku untuk menemui engkau di Mosul. Lalu, laki laki itu berkata:” Berdirilah !”. Aku mengabdi kepadanya sampai ia meninggal dunia. Aku berkata kepadanya: “ Tinggalkan pesan untukku!”.

Dia berkata:” Aku tidak mengenal seseorang yang menempuh jalan kami, kecuali seseorang yang berada di ammuriyah.”

Aku menemui orang itu di ammuriyah. Ku ceritakan padanya kisahku, ia memerintahku untuk tinggal bersamanya dan memberiku beberapa imbalan. Darinya aku berhasil mengumpulkan sejumlah harta dan sapi. Kemudian laki laki itu meninggal dunia. Aku bertanya kepadanya:” Siapa yang aku temui setelah engkau?”.

Dia berkata:” Aku tidak tahu sesosok orang pada zaman ini yang menempuh jalan kami. Tetapi, akan mengayomimu seorang Nabi yang diutus untuk membawa agama Ibrahim yang hanif. Ia berhjrah ke negeri yang kaya akan tanaman kurma. Nabi itu memiliki tanda tanda yang tak tersembunyi. Dipundaknya di tutup misi seluruh para Nabi. Ia tidak menerima dan enggan makan harta shodaqoh, dan menerima dan mau makan harta hadiah. Jika kamu mampu, temuilah dia!”. Kemdian laki laki itu meninggal dunia.

Aku berpapasan dengan rombongan kafilah Arab dari Bani Kalab, aku berkata kepada rombongan kafilah itu,” izinkan aku ikut bersama kalian. Sebagai imbalannya aku berikan sapi dan kambingku. Ajaklah aku ke negeri kalian!”. Mereka membawaku ke Wadi Quro. Tetapi, mereka menjualku kepada seorang laki laki Yahudi. Melalui orang Yahudi itu, aku tiba di negeri yang kaya akan kurma. Aku tahu, inilah negeri yang diceritakan uskup di Ammuriyah itu. Di sana aku tinggal bersama orang Yahudi yang telah membeli diriku. Kemudian, datanglah seorang laki laki dari Bani Quraizah, lalu membeliku dari orang Yahudi pertama. Ia membawaku ke Madinah, dan aku mengenali kota ini dari ciri ciri yang disebutkan uskup di Ammuriyah. Aku tinggal bersama laki laki Bani Quraizhah itu dan bekerja di kebun kurmanya.

Allah mengutus Nabinya. Aku mengabaikan hal itu hingga beliau hijrah ke Madinah. Beliau singgah di rumah Bani Amru bin Auf. Saat itu, aku sedang berada di atas pohon kurma. Putra paman temanku menemuiku. Ia berkata:” Hai fulan, semoga Allah melaknat Bani Qaliah. Aku baru saja berpapasan dengan mereka. Kulihat mereka mengerumuni seorang laki laki yang datang dari mekkah. Dia menganggap dirinya Nabinya Allah.”

Demi Allah, mendengar hal itu, badanku menjadi menggigil. Aku gemeteran di atas pohon kurma, sampai sampai aku nyaris terjatuh. Akupun turun dengan cepat. Aku bertanya Tanya dalam hati, “Kabar apakah ini?.

Tuanku menghujaniku dengan kata kata, “Apa hubunganmu dengan orang itu?” Lanjutkan pekerjaanmu!”

Akupun melanjutkan pekerjaanku hingga sore. Kukumpulkan makanan, lalu aku bawa menghadap Rasulullah. Saat itu, ia berada di Quba bersama para shahabatnya. Aku bertanya kepadanya:” Terimalah ini. Aku ingin bershodaqoh dengan makanan ini. Aku dengar, engkau adalah laki laki shaleh. Engkau dan para shahabatmu sedang membutuhkan makanan ini. Menurut pendapatku, engkau paling berhak menerimanya.” Kutaruh makanan itu di depannya. Dia menahan tangannya. Dia berkata kepada para shahabatnya, “ Makanlah”. Aku berkata di dalam hati:” Inilah tanda tanda yang pertama.” Akupun kembali ke rumah tuanku.

Akupun mengumpulkan kurma yang kedua kalinya untuk aku bawa kepadanya. Aku pun menemui beliau dan memberikan kepadanya sebagai hadiah. Dan ternyata beliau menerima dan memakan kurma tersebut. Aku mengatakan di dalam hati: “ Inilah tanda yang kedua.”

Aku pulang. Keesokan hari, aku menjumpainya sedang melayat jenazah di pemakaman Baqi’. Para shahabat berada di sekelilingnya. Kuucapkan salam kepadanya. Aku lihat tanda pada punggungnya. Dia tahu apa yang ku inginkan. Kemudian beliau melemparkan selendangnya. Aku melihat tanda tanda pada punggungnya, dan aku menciumnya. Akupun menangis. Dia mendudukanku di hadapannya.

Wahai Ibnu Abbas, aku ceritakan padanya segala yang terkait denganku, sebagaimana yang juga aku ceritakan padamu. Dia merasa takjub dengan kisahku. Dia ingin pula para shahabatnya mendengar kisahku.

Demikianlah kisah perjuangan salman al farisi mencari hidayah islam, seorang shahabat yang mencari jati diri. Kesulitan demi kesulitan dialaminya demi menuntut kebenaran. Begitulah jiwa yang Allah telah kehendaki menerima cahaya hidayah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *