WASIAT UNTUK PARA PENUNTUT ILMU(Guru atau Murid).
Tidak boleh terburu-buru menafikan kesahihan perkara dalam agama. (Melamahkan hadist, menafikan perkataan Imam, Syeikh atau memvonis salah suatu pendapat padahal ia belum menguasai Ilmunya).
Sikap terburu-terburu dalam mengakimi suatu perkara dalam agama sperti; Melemahkan dan menafikan kesahihan hadist, menafikan perkataan imam dan memvonis sesat suatu pendapat yang belum di kuasai ilmunya adalah sikap yang menjadi musibah besar di kalangan para penuntut ilmu.
Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah:
أن إحاطة الإنسان بما يعلمه أكثر من إحاطته بما لا يعلم.
Bahwa terbatasnya pengetahuan seseorang atas apa yang ia ketahui itu lebih besar daripada apa yang ia tidak ketahui.
Wahai para penuntut apabila engkau merasa ilmumu terbatas, maka engkau bisa mengatakan: “Aku hanya tau tentang ilmu ini dan itu” dan tidak boleh engkau mengatakan: “Aku tidak pernah tau tentang ilmu ini” Padahal kapasitas ilmu yang ada dalam dirimu jauh lebih sedikit dari kebodohan yang ada padanya.
Maka jangan ceroboh dan sembrono dalam menafikan(meniadakan) perkataan dari seorang Imam, Syeikh, guru atau sebuah pendapat yang belum engkau kuasai ilmunya, dan jangan pula engkau tergesa-gesa dalam menafikan keberadaan dan keafsahan sebuah hadist, karna jika engkau keliru dan perkataan imam, syeikh dan pendapat tersebut berdasarkan dalil maka engkau berdusta atas nama Rasulullah atau berkata atas nama Allah tanpa ilmu.
Perhatikanlah apa yang terjadi pada seorang Imam Muhaddist Besar az-Zuhri rahimahullah ta’ala yang nama beliau tidak pernah alfa disebutkan dalam kitab Shahihain(Bukhari dan Muslim) dan dalam Kutubussittah, nama beliau sering di sebutkan berulang-ulang karna keahlian beliau dalam ilmu hadist.
Telah di sebutkan oleh Ibnu Asakir rahimahullah dalam kitab “Tarikh Dimasq” Bahwa Imam Zuhri pernah mengalami peristiwa yang membuat dirinya malu:
Beliau berkata: “Bahwa aku pernah mendengarkan seorang pencermah menyebutkan sebuah hadist, maka akupun mengatakan bahwa hadist tersebut tidak ada dalam sunnah Nabi sallallahu alaihi wasallam, kemudian pencermah itupun duduk, tiba-tiba seorang anak berdiri dan berkata: Wahai Imam…!
Bekata Imam Zuhri: Iya,
Anak: Apakah engkau mengahafal seluruh hadist rasulillah sallallahu alahi wasallam?.
Imam Zuhri : Tidak,
Anak : Apakah engkau menghafal sepertiganya?
Imam Zuhri : Tidak,
Anak : Apakah engkau menghafal sebagiannya?.
Imam Zuhri : Tidak,
Anak : Wahai Imam andaikan engkau menghafal sebagian dari hadist rasulillah sallallahu alahi wasallam, maka barangkali hadist yang disebutkan oleh pencermah tadi berada dalam sebagian yang lain(yang belum engkau hafal).
Maka Imam az-Zuhripun terdiam dan beliau mengakui kekuatan hujah yang di sampaikan oleh anak tersebut kepadanya.
[Tarjamatul Imam az-Zuhri, dalam kitab Tarikh Dimasq, Hal. 154].
Oleh karnanya, berhati-hatilah waha para penuntut ilmu jangan sampai lisanmu tergesa-gesa mengucapkan: Bahwa perkataan (hadist) ini tidak ada dalam sunnah Nabi, hadist ini lemah dan ungkapan-ungkapan yang belum dipastikan kebenarannya, karna akan berimbas pada berdusta atas nama rasulullah sallallahu alaihi wasallam atau berkata tanpa ilmu.
Kemudian kisah berikutnya yakni kisah muhaddist Syekh Nasirudin Albani rahimahullah dalam sebuah majlis, bahwa salah seorang diantara mereka bertanya tentang sebuah hadist dan ia berkata: Hadist ini dhoif mutlaq, dan tidak ada satu jalan yang sahih yang meriwayatkan hadist ini, tujuan dari pernyataan ini adalah untuk memberikan peringatan kepada jamaah tentang derajat hadist tersebut, dan ternyata yang ditanya (syeikh Al-bani) lebih mengetahui tentang derajat hadist tersebut kemudian beliau berkata: Adapun perkataanmu bahwa hadist ini tidak bersumber dari Rasulullah, maka itu bisa jadi berdusta atas nama Rasulullah, karna barangkali hadist tersebut memiliki jalan periwayatan sahih yang lain yang engkau belum ketahui, dan perkataanmu yang menafikan kesahihan hadist secara umum itu juga bisa jadi berdusta atas nama Rasulullah, Maka apabila engkau memang harus berbicara, maka katakankah: “MENURUT ILMU YANG AKU KETAHUI BAHWA DERAJAT HADIST TERSEBUT INI DAN ITU.
Dan apabila engkau mencari satu ilmu dan engkau tidak menemukan jawabannya, maka katakanlah: AKU BELUM MENEMUKAN ILMU INI DALAM MUTHALA’AHKU(Pencarianku).
Wahai para penuntut ilmu apabila engkau di hadapkan pada beberapa pendapat dan engkau hanya pernah mendengar satu pendapat saja maka katakanlah: “Aku hanya mengetahui satu pendapat saja“, dan engkau tidak boleh sembrono mengahakimi pendapat-pendapat lain yang mungkin pengetahuanmu belum sampai kesana, apalagi menyesatkannya, karna jika pendapat yang engkau hakimi salah atau sesat benar-benar bersumber dari kesimpulan hadist-hadist Rasulullah maka engkaupun akan berdusta atas nama Rasulullah.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah berkata: Barangkali suatu ilmu bisa luput dari seorang ulama besar, namun tidak luput dari pengetahuan penuntut ilmu pemula, kemudian beliau membawakan firman Allah ta’ala:
فَمَكَثَ غَيْرَ بَعِيدٍ فَقَالَ أَحَطتُ بِمَا لَمْ تُحِطْ بِهِۦ وَجِئْتُكَ مِن سَبَإٍۭ بِنَبَإٍ يَقِينٍ
Maka tidak lama kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: “Aku telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini. [an-Naml ayat 22].
Bahwa seekor burung Hud-hud mengetahui apa yang tidak di ketahui oleh Nabi Sulaiman Alaihi salam.
Berhati-hatilah wahai para penuntut ilmu, janganlah engkau tergesa-gesa dalam menghakimi atau menafikan(secara umum) sebuah ilmu yang belum engkau kuasai, karna itu juga merupakan sifat ujub dan sombong dan bisa jadi engkau berdusta atas nama Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, Namun beradablah dengan adabnya para ulama dan salafussholeh yang mana mereka senantiasa berkata dalam hal yang belum mereka kuasai: INILAH YANG KAMI KETAHUI SESUAI DENGAN KEILMUAN KAMI.
Wallahu a’lam Bishowab.
Disari dari kitab: Ma’alim fi Thariq Thalabil Ilmi, Syekih Abdul Aziz as-Sadhan.
Penulis & penrjemah:
Ig: @Muhaimin_Ibnulqomar
Fb: Muhaimin Azis